“Memudahkan tiap warga membeli mobil sama
artinya dengan mendorong konsumsi BBM ke level tak terbatas”. PRO dan
kontra kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan (low car green car/LCGC) yang
diluncurkan pemerintah melalui PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Insentif Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bagi produksi mobil ramah lingkungan terus
berkembang. Dengan berpayung regulasi itu, mobil dengan isi silinder di bawah
1.200 cc dan konsumsi BBM paling sedikit 20 km/ l bisa dipasarkan tanpa PPnBM.
Sebagian masyarakat menyambut baik kebijakan tersebut, tetapi juga banyak yang
menolak. Penolakan paling kuat datang dari Pemprov DKI Jakarta yang sedang
berjuang mengatasi kemacetan dengan membenahi manajemen transportasi umum.
Kehadiran mobil murah justru menambah parah kemacetan lalu lintas di Ibu Kota.
Bahkan Wapres Boediono seperti lupa pernah menginstruksikan 17 langkah guna
mengatasi kemacetan di Jakarta. Instruksi Wapres mengarah pada pembangunan dan
pengembangan transportasi massal. Kemacetan di Jakarta yang diakibatkan dari
pertumbuhan kendaraan yang melebihi pertumbuhan jalan, sangat merugikan
perekonomian dan masyarakat. Beberapa pemda, selain DKI pun, menyatakan
penolakan mereka. Penolakan kuat juga disuarakan para ekonom. Mereka berpendapat
kebijakan itu salah sasaran. Pasalnya, peluncuran kebijakan itu dilakukan di
tengah gejolak nilai tukar rupiah dan kondisi makro sosial sejumlah kota besar
yang diwarnai masalah kemacetan sebagai salah satu masalah utama.
Program LCGC berbenturan dengan beberapa kebijakan sekaligus sehingga
efektivitasnya diragukan. Semisal berbenturan upaya pemerintah dalam
meningkatkan penerimaan pajak. Sebenarnya juga tidak murah karena struktur
harga tidak memasukkan komponen pajak. Itu artinya murah bagi kepentingan
importir dan pengusaha, sementara negara kehilangan potensi pendapatan pajak.
Mobil murah juga berbenturan dengan upaya pemerintah menghemat energi serta
berbenturan dengan program konversi dari BBM ke gas. Pemerintah pusat seperti
lupa bahwa kita harus berhemat BBM karena Indonesia sudah menjadi net importer
minyak. Pemerintah tidak peduli kuota BBM bisa menembus level 50 juta kiloliter
bila mobil murah benar-benar dimiliki masyarakat.
Sementara pengamat transportasi dan YLKI menyatakan mobil murah hanya akan
membuat konsumsi BBM bersubsidi meningkat tajam. Memang mobil murah didesain
dengan spesifikasi hemat bahan bakar. Namun tetapi penghematan BBM dari mobil
murah tidak akan berarti jika terjadi kemacetan yang makin parah. Tujuan ramah
lingkungan pun tidak tercapai jika kemacetan terjadi di mana-mana. Kendati
disebut-sebut irit BBM, tetap saja bakal menambah konsumsi bahan bakar karena
ada pembelian kendaraan baru. Memudahkan tiap warga membeli mobil sama artinya
mendorong konsumsi BBM ke level tak terbatas.
Pemerintah berargumen kebijakan mobil murah akan menyerap investasi 3,7 miliar
dolar AS atau Rp 33,3 triliun. Selain itu, investasi tambahan pada tingkat
industri komponen diperkirakan mencapai 1,9 miliar dolar AS dengan tambahan
tenaga kerja baru 15.000-17.000 orang. Selain itu, dengan segera dimulainya
pasar bebas ASEAN, Indonesia harus mempersiapkan diri. Jangan sampai pasar yang
mengarah ke mobil ramah lingkungan dan hemat energi justru dimasuki produk sejenis
dari negara lain. Kebijakan mobil murah diharapkan mendorong lebih cepat
perkembangan industri otomotif di Indonesia.
Menjawab Persoalan
Banyaknya
penolakan dan respons negatif terhadap kebijakan mobil murah menunjukkan
pemerintah pusat tidak mengupayakan tata pemerintahan yang baik. Seharusnya
proses pengambilan keputusan perlu menjaring dan mempersandingkan peran
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.
Bahkan pemerintah pusat tidak mau mendengarkan
dan mempertimbangkan aspirasi pemda. Pemerintah memilih meluncurkan kebijakan
mobil murah minus kecerdasan kolektif yang berujung kontroversial. Penolakan
dan keberatan masyarakat tentu saja berawal dari pertanyaan untuk siapakah
sebenarnya kebijakan itu? Seberapa banyak masyarakat mendapat manfaat dari
kebijakan tersebut ? Berapa jumlah penduduk yang dapat membeli? Apakah
jumlahnya lebih banyak dari jumlah penduduk yang harus menerima dampak
kemacetan yang makin parah? Berapa besar jumlah yang disejahterakan oleh
kebijakan tersebut ?
Apakah kebijakan mobil murah menjawab persoalan
transportasi murah, nyaman, hemat energi sekaligus ramah lingkungan? Jika
persoalan tersebut dijawab kehadiran mobil murah maka yang diprioritaskan
adalah masyarakat kelas menengah. Kebijakan mengenai mobil murah tapi minus
kecerdasan kolektif telah diluncurkan, kini saatnya mengantisipasi segala
risiko dan konsekuensi. Tak perlu saling menyalahkan dan merasa paling benar.
Jika pada saat perumusan kebijakan mobil murah tidak mengedepankan kecerdasan
kolektif, kini saatnya semua pihak mengembangkan kecerdasan kolektif. Upaya itu
guna meminimalkan dampak buruk yang dikhawatirkan. Dengan demikian kehadiran
mobil murah tidak akan menimbulkan musibah tapi memberi manfaat bersama.
(Sumber: Suara Merdeka, 2 Oktober 2013)
Dampak Positif :
1. Mobil murah akan dijual ke daerah dan tidak di kota besar, Sebagian besar target pasar dari mobil murah adalah rakyat menengah ke bawah yang ulang-alik di kota-kota besar. Data penjualan mobil cc kecil juga menunjukan bahwa penjualan justru sangat kuat di perkotaan dan bukan pedesaan atau daerah.
2. Ini akan meningkatkan citra positif industri otomotif Indonesia karena mobil ramah lingkungan cenderung menghasilkan emisi korban rendah sehingga mendukung pemeliharaan lingkungan secara berkelanjutan.
3. Ini akan mendorong pabrik mobil untuk lebih agresif berinvestasi di Indonesia guna membangun pabrik-pabrik baru untuk memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan. Ini juga akan dilakukan oleh Nissan, Daihatsu dan Honda.
Dampak Negatif :
1. Peminat angkutan umum akan berkurang jumlahnya
2. Meningkatnya kepemilikan penggunaan mobil pribadi di jalan yang berakibat pada meningkatnya kepadatan lalu lintas atau macet.
3. Meningkatkan konsumsi BBM karena masih menggunakan BBM bersubsidi.
Sumber :
http://www.katadata.co.id/1/3/opini/10-mitos-tentang-mobil-murah/550/#sthash.51eYB12X.dpuf
http://gagasanhukum.wordpress.com/2013/10/03/mobil-minus-kecerdasan-kolektif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar