Minggu, 10 November 2013

Moralitas Pelajar Jaman Sekarang

 Saat ini, telah terjadi kemerosotan moral di kalangan para remaja, termasuk anak-anak sekolah. Karena itu, dibutuhkan peran aktif institusi sekolah untuk membangun moral yang lebih baik. Apabila kita amati, ada beberapa penyebab moral siswa kurang mendapatkan perhatian sebagian institusi sekolah. Di antaranya, sebagian kalangan beranggapan bahwa moralitas tidak bisa dipakai untuk mencari uang/pekerjaan. Yang bisa dipakai sebagai syarat untuk mencari pekerjaan/uang adalah gelar pendidikan, kemampuan berbahasa, kecakapan berkomputer, dan sebagainya sehingga muncul pemahaman bahwa mendidik moral tidak terlalu diperlukan. Itulah orientasi yang salah di kalangan masyarakat kita. Pendidikan moral di dalam sekolah dianggap kurang penting karena moralitas tidak menjadi penilaian kelulusan siswa. Ada pendapat bahwa pembangunan moral adalah tanggung jawab guru-guru informal atau guru-guru spiritual, seperti ulama, kiai, pendeta, biksu, dan yang lainnya. Urusan moral bukan tanggung jawab guru-guru formal di sekolah.
Ada pula anggapan bahwa urusan moral adalah urusan privasi seseorang dengan agama dan Tuhan sehingga masyarakat pada umumnya dan guru sekolah pada khususnya tidak berhak terlalu mencampuri urusan privasi tersebut. Sebenarnya, anggapan-anggapan seperti itu kuranglah tepat karena pembangunan moral generasi penerus bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama. Baik pemerintah maupun masyarakat, baik sekolah maupun orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Namun, sekolah seharusnya memosisikan diri sebagai ujung tombak karena mendapatkan amanat dari konstitusi negara mengenai sistem pendidikan nasional.
Misalnya, ada seorang siswa yang nilai akademiknya bagus tapi dia sering membuat onar, mabuk-mabukan, bahkan mengutil/mencuri barang milik temannya, sepatutnya dia tidak naik kelas atau tidak diluluskan. Demikian juga siswa yang nilai akademiknya jelek. Meski siswa itu berperangai baik, sepatutnya tetap tidak diluluskan kalau memang tidak memenuhi standar nilai kelulusan. Itu semata-mata bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan.
        Pelajar yang merupakan aset bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa serta membela tanah air memang selayaknya bertindak sesuai aturan dan norma yang ada. Selain belajar dan menuntut ilmu, pelajar yang normal seharusnya menjungjung tingkat nasionalisme serta memiliki akhlak yang baik. Jika sudah mempunyai poin-poin tersebut, bangsa kita akan terbebas dari hal-hal yang negative seperti tindakan kekerasan bahkan tindakan asusila. Belakangan ini Indonesia dikejutkan dengan kelakuan para pelajar yang sudah bertindak diluar batas normal. Bukan hanya melakukan tawuran yang memang sangat merugikan semua pihak, melainkan video porno yang sudah beredar hampir keseluruh tanah air dengan adegan yang menurut dunia pendidikan sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar apalagi didepan umum. Ironisnya, pelajar-pelajar yang melakukan aksi melakukan tersebut sama sekali tidak merasa keberatan merekam tindakan asusilanya tersebut dan bahkan menjadikan aksi tersebut sebagai lelucon dan gurauan. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi sedangkan yang seharusnya mereka lakukan adalah belajar serta menuntut ilmu demi masa depan mereka dan kemajuan bangsa.
Pemerintah yang menanggapi permasalahan tersebut melihat adanya aspek pengawasan yang rendah dari orang tua pelajar-pelajar tersebut serta rendahnya pengawasan dari aparat setempat jika ditinjau mengenai kasus tawuran antarpelajar bahkan antarmahasiswa. Bimbingan yang kuat serta pengawasan dari pendidik juga sangat diperlukan, apalagi motif yang mendasar adanya tindak kekerasan atarpelajar tersebut adalah persaingan antar sekolah serta dendam pribadi dari salah satu pelajar yang menjadi provokator. Tindakan kekerasan dan asusila yang mewabah kepada pelajar jaman sekarang harus disikapi dengan bijaksana agar adanya penyelesaian yang efesien. Diperlukan pengawasan yang lebih dari orang tua dan pendidik sekarang ini agar pelajar yang bersikap diluar batas bias diarahkan menjadi lebih baik. Jika tidak ada tindakan yang tegas, tawuran dan tindak asusila akan merajalela serta nilai-nilai bangsa akan hilang begitu saja.
         Pegawasan yang ketat memang merupakan kunci utama yang harus dilakukan orang tua dan guru-guru sekarang ini. Karena lingkup termudah yang turut andil dalam pencegahan tidak kekerasan dan asusila terhadap pelajar adalah dimulai dari keluarga dan lingkungan sekolah. Pemerintah pun harus tetap berupaya dalam penuntasan kasus-kasus tersebut melalui aparat setempat dan system keamanan yang berlaku diseluruh wilayah tanah air. Pelajar Indonesia harus diarahkan kepada segala hal yang positif karena merekalah yang menjadi generasi penerus bangsa. Menjadi siswa-siswi yang berprestasi dan membanggakan haruslah menjadi target mereka. Dengan demikian, peran orang tua serta pemerintah dalam mewujudkan generasi bangsa yang cerdas tidak akan sia-sia
 
 
Solosi Memperbaiki Moral Siswa

a.     Ada beberapa hal yang perlu dilakukan sekolah. Langkah pertama adalah reorientasi. Yakni, mengubah orientasi yang salah tentang pembangunan moral di sekolah. Anggapan-anggapan yang salah sebagaimana disebut di atas harus dibuang jauh. Setelah itu, menanamkan pemahaman bahwa mendidik moral siswa oleh sekolah sangat perlu dan penting (tidak berorientasi pada materi saja) dan menjadi tanggung jawab guru sekolah (bukan hanya tanggung jawab guru spiritual) serta tidak melanggar hak privasi siswa.
b.   Langkah selanjutnya, hendaknya persoalan moralitas siswa menjadi satu penilaian khusus dalam kegiatan belajar mengajar. Bahkan, kalau perlu, masalah moral dijadikan salah satu faktor pertimbangan kenaikan kelas dan kelulusan siswa. Hal itu sangat diperlukan untuk memacu siswa agar selalu memperbaiki akhlaknya.
c.  Melakukan komunikasi dan kerja sama antara guru dan wali murid untuk bersama-sama membangun budaya moral yang baik ketika ada di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal. Pembangunan moral harus dilakukan secara berkesinambungan kapan pun dan di mana pun. Hasil yang diraih tidak akan maksimal bila pendidikan moral hanya dilakukan di sekolah tanpa diteruskan di lingkungan rumah atau hanya dilakukan di rumah saja tanpa dilanjutkan di sekolah.
d.  Menyampaikan kepada siswa tentang manfaat-manfaat yang akan kita nikmati bila melakukan hal-hal positif di tengah masyarakat, dengan bukti-bukti yang mudah diterima pikiran mereka.
e.  Menyugesti jiwa anak didiknya bahwa kamu mampu berubah, kamu bisa meninggalkan perbuatan-perbuatan itu, dan kamu pasti bisa lebih baik, pasti bisa asal siswa mau. Pada akhirnya, harus diupayakan sekuat tenaga agar sedapatnya bisa memancing siswa menumbuhkan kesadaran sendiri untuk memperbaiki moral
 
Jadi, pembangunan moral siswa adalah tanggung jawab lintas mata pelajaran. Seandainya ada mata pelajaran khusus tentang moral, itu bukan tanggung jawab satu atau dua guru, tapi semuanya bertanggung jawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar