Saat ini, telah terjadi
kemerosotan moral di kalangan para remaja, termasuk anak-anak sekolah. Karena
itu, dibutuhkan peran aktif institusi sekolah untuk membangun moral yang lebih
baik. Apabila kita amati, ada beberapa penyebab moral siswa kurang mendapatkan
perhatian sebagian institusi sekolah. Di antaranya, sebagian kalangan
beranggapan bahwa moralitas tidak bisa dipakai untuk mencari uang/pekerjaan.
Yang bisa dipakai sebagai syarat untuk mencari pekerjaan/uang adalah gelar
pendidikan, kemampuan berbahasa, kecakapan berkomputer, dan sebagainya sehingga
muncul pemahaman bahwa mendidik moral tidak terlalu diperlukan. Itulah
orientasi yang salah di kalangan masyarakat kita. Pendidikan moral di dalam
sekolah dianggap kurang penting karena moralitas tidak menjadi penilaian
kelulusan siswa. Ada pendapat bahwa pembangunan moral adalah tanggung jawab
guru-guru informal atau guru-guru spiritual, seperti ulama, kiai, pendeta,
biksu, dan yang lainnya. Urusan moral bukan tanggung jawab guru-guru formal di
sekolah.
Ada pula
anggapan bahwa urusan moral adalah urusan privasi seseorang dengan agama dan
Tuhan sehingga masyarakat pada umumnya dan guru sekolah pada khususnya tidak
berhak terlalu mencampuri urusan privasi tersebut. Sebenarnya,
anggapan-anggapan seperti itu kuranglah tepat karena pembangunan moral generasi
penerus bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama. Baik pemerintah maupun
masyarakat, baik sekolah maupun orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Namun,
sekolah seharusnya memosisikan diri sebagai ujung tombak karena mendapatkan
amanat dari konstitusi negara mengenai sistem pendidikan nasional.
Misalnya, ada
seorang siswa yang nilai akademiknya bagus tapi dia sering membuat onar,
mabuk-mabukan, bahkan mengutil/mencuri barang milik temannya, sepatutnya dia
tidak naik kelas atau tidak diluluskan. Demikian juga siswa yang nilai
akademiknya jelek. Meski siswa itu berperangai baik, sepatutnya tetap tidak
diluluskan kalau memang tidak memenuhi standar nilai kelulusan. Itu semata-mata
bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan.
Pelajar
yang merupakan aset bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa serta membela
tanah air memang selayaknya bertindak sesuai aturan dan norma yang ada. Selain
belajar dan menuntut ilmu, pelajar yang normal seharusnya menjungjung tingkat nasionalisme
serta memiliki akhlak yang baik. Jika sudah mempunyai poin-poin tersebut,
bangsa kita akan terbebas dari hal-hal yang negative seperti tindakan kekerasan
bahkan tindakan asusila. Belakangan
ini Indonesia
dikejutkan dengan kelakuan para pelajar yang sudah bertindak diluar batas
normal. Bukan hanya melakukan tawuran yang memang sangat merugikan semua pihak,
melainkan video porno yang sudah beredar hampir keseluruh tanah air dengan
adegan yang menurut dunia pendidikan sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang
pelajar apalagi didepan umum. Ironisnya, pelajar-pelajar yang melakukan aksi
melakukan tersebut sama sekali tidak merasa keberatan merekam tindakan
asusilanya tersebut dan bahkan menjadikan aksi tersebut sebagai lelucon dan
gurauan. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi sedangkan yang seharusnya mereka
lakukan adalah belajar serta menuntut ilmu demi masa depan mereka dan kemajuan
bangsa.
Pemerintah yang menanggapi permasalahan tersebut melihat
adanya aspek pengawasan yang rendah dari orang tua pelajar-pelajar tersebut
serta rendahnya pengawasan dari aparat setempat jika ditinjau mengenai kasus
tawuran antarpelajar bahkan antarmahasiswa. Bimbingan yang kuat serta
pengawasan dari pendidik juga sangat diperlukan, apalagi motif yang mendasar
adanya tindak kekerasan atarpelajar tersebut adalah persaingan antar sekolah
serta dendam pribadi dari salah satu pelajar yang menjadi provokator. Tindakan kekerasan dan asusila yang
mewabah kepada pelajar jaman sekarang harus disikapi dengan bijaksana agar
adanya penyelesaian yang efesien. Diperlukan pengawasan yang lebih dari orang
tua dan pendidik sekarang ini agar pelajar yang bersikap diluar batas bias
diarahkan menjadi lebih baik. Jika tidak ada tindakan yang tegas, tawuran dan
tindak asusila akan merajalela serta nilai-nilai bangsa akan hilang begitu saja.
Pegawasan yang ketat memang merupakan kunci utama
yang harus dilakukan orang tua dan guru-guru sekarang ini. Karena lingkup
termudah yang turut andil dalam pencegahan tidak kekerasan dan asusila terhadap
pelajar adalah dimulai dari keluarga dan lingkungan sekolah. Pemerintah pun
harus tetap berupaya dalam penuntasan kasus-kasus tersebut melalui aparat
setempat dan system keamanan yang berlaku diseluruh wilayah tanah air. Pelajar Indonesia
harus diarahkan kepada segala hal yang positif karena merekalah yang menjadi
generasi penerus bangsa. Menjadi siswa-siswi yang berprestasi dan membanggakan
haruslah menjadi target mereka. Dengan demikian, peran orang tua serta
pemerintah dalam mewujudkan generasi bangsa yang cerdas tidak akan sia-sia
Solosi Memperbaiki Moral Siswa
a. Ada beberapa hal
yang perlu dilakukan sekolah. Langkah pertama adalah reorientasi. Yakni,
mengubah orientasi yang salah tentang pembangunan moral di sekolah.
Anggapan-anggapan yang salah sebagaimana disebut di atas harus dibuang jauh.
Setelah itu, menanamkan pemahaman bahwa mendidik moral siswa oleh sekolah
sangat perlu dan penting (tidak berorientasi pada materi saja) dan menjadi
tanggung jawab guru sekolah (bukan hanya tanggung jawab guru spiritual) serta
tidak melanggar hak privasi siswa.
b. Langkah
selanjutnya, hendaknya persoalan moralitas siswa menjadi satu penilaian khusus
dalam kegiatan belajar mengajar. Bahkan, kalau perlu, masalah moral dijadikan
salah satu faktor pertimbangan kenaikan kelas dan kelulusan siswa. Hal itu
sangat diperlukan untuk memacu siswa agar selalu memperbaiki akhlaknya.
c. Melakukan
komunikasi dan kerja sama antara guru dan wali murid untuk bersama-sama
membangun budaya moral yang baik ketika ada di sekolah maupun di lingkungan
tempat tinggal. Pembangunan moral harus dilakukan secara berkesinambungan kapan
pun dan di mana pun. Hasil yang diraih tidak akan maksimal bila pendidikan
moral hanya dilakukan di sekolah tanpa diteruskan di lingkungan rumah atau
hanya dilakukan di rumah saja tanpa dilanjutkan di sekolah.
d. Menyampaikan
kepada siswa tentang manfaat-manfaat yang akan kita nikmati bila melakukan
hal-hal positif di tengah masyarakat, dengan bukti-bukti yang mudah diterima
pikiran mereka.
e. Menyugesti jiwa
anak didiknya bahwa kamu mampu berubah, kamu bisa meninggalkan
perbuatan-perbuatan itu, dan kamu pasti bisa lebih baik, pasti bisa asal siswa
mau. Pada akhirnya, harus diupayakan sekuat tenaga agar sedapatnya bisa
memancing siswa menumbuhkan kesadaran sendiri untuk memperbaiki moral
Jadi, pembangunan moral siswa adalah tanggung jawab
lintas mata pelajaran. Seandainya ada mata pelajaran khusus tentang moral, itu
bukan tanggung jawab satu atau dua guru, tapi semuanya bertanggung jawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar