1. Pengertian
Sebelum
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan
usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan
melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan
rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan ‘persaingan curang’
bila memenuhi beberapa kriteria sbb:
- Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang
- Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan
- Perusahaan, baik milik si pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang tersebut
- Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu
- Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbautan si pelaku
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud
dengan pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal
4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat
dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus
dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan
merugikan kepentingan umum.
2. Asas dan Tujuan
Dalam
melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha.
Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil
- Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
- Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
3. Kegiatan yang
Dilarang
1.
Monopoli
Monopoli
adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya
dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2.
Monopsoni
Monopsoni
adalah keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli;
oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
3.
Penguasaan pasar
Penguasaan
pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
- Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
- Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
- Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
4.
Persengkongkolan
Persekongkolan
berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk
persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai
Pasal 24, yaitu sbb:
- Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
- Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan
- Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
Pasal
1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa posisi dominan merupakan keadaan
pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang berarti di pasar ybs dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan , akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan
dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase
penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi
dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
- Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
- Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
6.
Jabatan rangkap
Seseorang
yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang
bersamaan apabila:
- Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
- Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
- Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7.
Pemilikan saham
Pelaku
usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,
melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut
mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8.
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam
menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan
berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus
dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan
penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli
dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Hanya
penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor
5 Tahun 1999 Pasal 14.
4. Perjanjian yang
Dilarang
- Oligopoli
Oligopoli
merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit
sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
- Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
- Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
- Penetapan harga
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian sbb:
- Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
- Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
- Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
- Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
- Pembagian wilayah
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
- Pemboikotan
Pelaku
usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut berakibat:
- merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain
- membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
- Kartel
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang
atau jasa.
- Trust
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar
dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau
peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa.
- Oligopsoni
- Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar ybs
- Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
- Integrasi vertikal
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan
hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
- Perjanjian tertutup
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau
tempat tertentu.
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli
barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
- harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok
- tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
- Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-Hal yang
Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
- Perjanjian yang dikecualikan
- Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta, desain produk industry, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang
- Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
- Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
- Perjanjian dalam rangka keagenan yang isisnya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
- Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
- Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah
- Perbuatan yang dikecualikan
- Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha
- Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota
- Perbuatan dan atau perjanjian yang dikecualikan
- Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor dan tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri
- 6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU
adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara
lain:
- Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha
- Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
- Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
- Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
- Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
- Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
- Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
- Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
- Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
- Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
- 7. Sanksi
- Sanksi administrasi
Sanksi
ini dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi
vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan,
penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan
usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu
milyar rupiah atau setinggi-tingginya 25 milyar rupiah.
- Sanksi pidana pokok dan tambahan
Sanksi
ini dimungkinkan bila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian
dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar,
posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
dikenakan denda minimal 25 milyar rupiah dan setinggi-tingginya seratus milyar
rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian
tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda
minimal lima milyar rupiah dan maksimal 25 milyar rupiah.
Pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran berat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan
Pasal 10 KUH Pidana berupa:
- Pencabutan izin usaha
- Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun
- Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar