Penutupan Terminal Lebak Bulus
dan pengalihan bus antarkota dan antarprovinsi meresahkan para penghuni
terminal. Terutama kalangan karyawan perusahaan bus yang bekerja di lapangan. Mereka
mengaku tidak siap dipindah ke tiga terminal pengalihan karena bakal bersaing
mendapatkan penumpang dengan rekannya yang sudah lebih dulu merajai terminal.
"Teman kami jadi lawan kami," kata Ombun Gunungsinaga, karyawan
Perusahaan Otobus (PO) Safari Eka, Senin, 6 Januari 2014. Menurut dia, meski
satu perusahaan, akan muncul bentrokan kultural antarkaryawan PO.
"Kita jalan, ngelihat orang di sana saja sudah diteriakkin, 'apa lu!' Apalagi mau menarik penumpang, cari komisi. Mana mungkin dua majikan dalam satu lubang," kata pria asal Sumatera Utara ini. Terlebih, berdasar pengalaman dia yang pernah bekerja di Terminal Pulogadung dan Tanjung Priok, Lebak Bulus adalah terminal yang paling ramah pengunjung. Di sana, penumpang bus tidak dilepas asal-asalan, tapi dilayani lebih baik. "Di terminal lain, penumpang cuma disuruh tunggu. Di sini kesantunannya beda, diantar sampai busnya."
"Kita jalan, ngelihat orang di sana saja sudah diteriakkin, 'apa lu!' Apalagi mau menarik penumpang, cari komisi. Mana mungkin dua majikan dalam satu lubang," kata pria asal Sumatera Utara ini. Terlebih, berdasar pengalaman dia yang pernah bekerja di Terminal Pulogadung dan Tanjung Priok, Lebak Bulus adalah terminal yang paling ramah pengunjung. Di sana, penumpang bus tidak dilepas asal-asalan, tapi dilayani lebih baik. "Di terminal lain, penumpang cuma disuruh tunggu. Di sini kesantunannya beda, diantar sampai busnya."
Hotman Hutahayan dari PO Garuda
Mas curhat hal yang sama. "Mereka di sana tidak akan menerima kami. Tidak
mungkin dapur mereka kami usik," katanya. Sementara mereka kompak menyebut
perusahaan tidak mau tahu. "Mereka tahunya di terminal ada
pengurus." Ombun menambahkan,
perusahaan tidak akan bisa jadi penengah. "Secara formal mungkin
perusahaan bisa menengahi. Tapi praktek di lapangan tidak akan bisa." M.
Noor, karyawan PO Sahabat Noor, juga khawatir soal persaingan mendapatkan
penumpang, terutama jurusan Jawa Barat yang dilayani puluhan PO. "Rebutan
penumpangnya parah. Akan ada sinisme di situ," dia menjelaskan. Ia pun
mengamini soal pelayanan. "Soal kenyamanan penumpang, Terminal Lebak Bulus
itu nomor satu se-Jabodetabek," kata pria yang sudah delapan tahun bekerja
di terminal. Dia mengklaim tindak kejahatan di sana sangat minim.
"Betul-betul kami jaga."
Noor menyebutkan ada 500-an
karyawan yang punya kekhawatiran ini. Mereka berasal dari 87 PO bus. Per
perusahaan setidaknya ada enam karyawan. Menurut dia, mereka adalah karyawan
tetap, bukan calo. "Ini tidak ada hubungannya dengan calo."
Karyawan lapangan seperti mereka
tidak mendapat gaji bulanan. Pendapatannya bergantung pada jumlah penumpang.
Rata-rata per bulan penghasilannya bisa Rp 3 juta. Mereka ini sebagian besar
pengunjuk rasa di terminal siang tadi. "Kalau sopir bus tidak terlalu
merasakan dampak. Mereka demo untuk solidaritas saja," kata Noor. Disinggung
soal jumlah penumpang yang akan mengikuti perpindahan terminal, mereka
menyebutkan hal itu tidak menjawab keresahan. Sebab, penumpang belum tentu mau
pindah ke terminal pengalihan. "Kan banyak terminal bayangan. Di sana ada
agen-agen juga," Hotman merujuk Ciledug dan Kebayoran Lama.
Karena itulah mereka minta
pengalihan terminal jangan jauh-jauh. "Tapi yang dekat, seperti Ciputat,
belum ada jawaban." Meski dekat, menurut dia, akses jalan masuk Terminal
Ciputat tidak leluasa. "Jalannya sempit untuk bus besar. Bus bikin jalan
macet." Seperti diberitakan sebelumnya, mulai malam ini Terminal Lebak
Bulus akan ditutup karena pembangunan mass rapid transit.
Proyek ini antara lain berupa subway, angkutan
bawah tanah yang menghubungkan Lebak Bulus dengan kawasan Dukuh Atas di Jalan
Sudirman, Jakarta Pusat. Bus-bus yang biasa beroperasi di sana akan dialihkan.
Tujuan Jawa Barat ke Kampung Rambutan; Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur ke
Pulogadung; dan antarpulau ke Kalideres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar